Pendapat Gen Z soal Kondisi Ekonomi Indonesia

Kondisi perekonomian Indonesia kini menghadapi berbagai tantangan sulit. Hal ini memicu berbagai reaksi seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali Generasi Z. (Foto: Istimewa)

TERBERITA.COM, Manado – Kondisi perekonomian Indonesia kini menghadapi berbagai tantangan sulit. Hal ini memicu berbagai reaksi seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali Generasi Z.

Merespon hal tersebut Gen Z beranggapan, pemerintah harus mengambil langkah pemulihan ekonomi berpihak pada rakyat.

“Sebagai Gen Z saya melihat langkah pemerintah dalam pemulihan ekonomi sebagai campuran antara cerdas dan peluang yang belum dimanfaatkan,” kata Arjuna Putra Tumenggung Torar.

Ia membeberkan, dari sisi positif ada stimulus untuk UMKM, program padat karya dan dorongan digitalisasi yang relevan dengan ekonomi masa depan.

Menurutnya hal itu menunjukkan pemerintah paham akan pentingnya transformasi digital dan pemberdayaan lokal.

“Kritiknya adalah implementasi sering lambat, bantuan tidak tepat sasaran, dan komunikasi kebijakan kurang meyakinkan sehingga pelaku usaha serta investor kadang ragu,” sebut Arjuna.

“Jika ingin terlihat cerdas sebagai generasi muda, kita harus mengapresiasi progres tapi juga menuntut transparansi data, evaluasi program secara terbuka, dan ruang bagi generasi muda dalam perumusan kebijakan,” ujar peraih gelar Harapan III Nyong Manado 2025 ini.

Sementara, Franda Benedicta Paat menyebutkan, berdasarkan The Indonesian economic crisis and the long road to recovery yang diteliti oleh Thee Kian Wie dalam Asia-Pasific Economic History Review. The severe and unanticipated economic downturn in Indonesia mirrored the regional economic fallout following the 1997 financial crisis memberikan tinjauan singkat tentang asal-usul dan dampak krisis 1997-1998 terhadap perekonomian Indonesia dan lambatnya proses pemulihan sejak saat itu.

Pemulihan ekonomi Indonesia pada 2025 menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 5,12% di Triwulan II-2025, didukung konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor yang membaik, serta ekspansi belanja pemerintah.

Dia menguraikan, pemerintah perlu memberi stimulus fiskal untuk menjaga daya beli dan mendukung sektor-sektor yang terdampak.

“Pemerintah harus segera menciptakan lapangan kerja, menyederhanakan regulasi agar memperkuat daya saing ekonomi serta mendukung UMKM guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan lebih inklusif,” sebut peraih gelar Nona Manado 2025 ini.

Senada, Sarah Selomitha Adelviena Rachman memaparkan, langkah pemerintah sudah cukup terarah.

Hal itu dikarenakan adanya program digitalisasi UMKM dan pelatihan bagi anak muda untuk upgrade skill.

“Tapi kalau dilihat dari data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan sejumlah berita, akses internet di Indonesia masih belum merata. Jadi, meski program pemerintah baik, masyarakat daerah luar pulau Jawa terkadang masih sulit ikut pelatihan online,” tukasnya.

Wakil I Putri FEB Unsrat 2024 ini menerangkan, saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar terkait daya beli masyarakat.

“Harga kebutuhan pokok terus naik, bahkan harga makan siang di kantin kampus pun sudah terasa jauh lebih mahal dibanding 2–3 tahun lalu,” ujar Sarah.

“Akhirnya daya beli masyarakat menjadi lemah, dan konsumsi menurun. Itu semua mengakibatkan perputaran ekonomi jadi lambat,” ucap peraih gelar Harapan II Noni Unsrat 2024 ini.

Menurut Arjuna, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah ialah keseimbangan antara menangani masalah jangka pendek seperti inflasi dan lapangan kerja serta reformasi struktural jangka panjang.

“Pemerintah harus mengelola keterbatasan fiskal, mengendalikan inflasi tanpa mencekik pemulihan, sekaligus memperbaiki masalah mendasar, yaitu tenaga kerja kurang terampil untuk ekonomi digital, produktivitas rendah di banyak sektor, dan ketimpangan yang membuat pemulihan tidak inklusif,” ungkap peraih gelar Favorit Nyong Manado ini.

“Solusinya butuh koordinasi fiskal-moneter-struktural yang kuat dan fokus pada pembentukan lapangan kerja berkualitas melalui pendidikan vokasi, insentif inovasi, dan akses pembiayaan UMKM,” imbuhnya.

Selain itu, Franda menyampaikan, berdasarkan outlook 2025 yang diselenggarakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kantor BRIN, pemerintah Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar dalam pemulihan ekonomi nasional.

“Menurunnya daya beli rumah tangga, kebutuhan akan reformasi struktural untuk beralih dari ketergantungan pada komoditas berupah rendah menuju industri bernilai tambah tinggi, serta upaya pemberantasan korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam,” sebutnya.

Di sisi lain, Indonesia dituntut harus segera melakukan reformasi struktural agar tidak terus bergantung pada komoditas berupah rendah, tetapi mulai beralih ke industri bernilai tambah tinggi yang menciptakan lebih banyak lapangan kerja formal dan berpenghasilan layak.

“Jadi menurut saya, kunci pemulihan ekonomi jangka panjang ada pada peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, serta kebijakan berpihak pada investasi produktif dan pemberantasan korupsi secara tegas,” sergahnya.

 

Nilai tukar Rupiah

Selain pemulihan ekonomi, Indonesia juga menghadapi tantangan lain yakni melemahnya nilai tukar Rupiah di pasaran.

“Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah tidak stabilnya geopolitik, ada dua cara yang bisa dilakukan pemerintah,” kata Arjuna.

Secara makro; menjaga kredibilitas kebijakan moneter (fokus pada kontrol inflasi), menambah cadangan devisa yang memadai, dan komunikasi bank sentral secara jelas agar ekspektasi pasar stabil.

Ia menekankan, Intervensi pasar harus bersifat terukur dan transparan (bukan panik), serta didukung instrumen seperti swap mata uang dan hedging untuk eksportir.

“Secara struktural ialah dengan mendorong diversifikasi ekspor, tarik FDI jangka panjang (bukan hot money), kembangkan pasar obligasi domestik agar pembiayaan dalam Rupiah lebih likuid, dan gunakan kebijakan makroprudensial untuk membatasi arus modal spekulatif,” tuturnya.

Senada, Sarah menyebutkan, tatkala berbicara Rupiah, pemerintah perlu melakukan kombinasi kebijakan.

“Penting bagi pemerintah memperkuat ekspor produk lokal bernilai tambah, dan tidak hanya mengirim bahan mentah,” ujar pemilik akun Instagram @sarah.rachmann ini.

Tidak kalah penting adalah pemerintah harus berkomunikasi transparan ke masyarakat, supaya pasar dan publik tidak panik ketika terjadi gejolak global.

“Selain itu, koordinasi bersama BI sangat vital dalam menjaga suku bunga agar investor asing tetap masuk sehingga Rupiah tak semakin tertekan,” imbuhnya.

Sedangkan Franda menjabarkan perlu dikelolanya inflasi melalui suku bunga acuan dan operasi moneter.

Mengendalikan jumlah peredaran uang di masyarakat guna mencegah kelebihan likuiditas yang dapat memicu inflasi.

“Menjaga stabilitas nilai tukar terhadap mata uang asing dan terhadap harga barang/jasa domestik,” ucap peraih gelar Putri FEB Unsrat 2024 ini.

“Langkah konkrit pemerintah bersama masyarakat demi menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah adalah membeli produk dalam negeri serta menahan diri terhadap produk impor,” tutupnya. (Mhr)